MAKALAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI KALIMANTAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah alrabbi al‘alamin kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya kepada kami dan seijin-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Dan kami ucapkan terima kasih kepada bapak guru dan teman-teman yang telah memberikan saran dan bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) tentang Proses dan Perkembangan Agama Isla di Pulau Kalimantan .
Kami mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangan- kekurangannya, dan kami sangat berbesar hati dan berlapang dada sekali apabila Bapak Guru, teman-teman serta para pembaca untuk memberikan saran dan kritiknya.
AMALI, 3
Desember 2013
Daftar Isi
Kata Pengantar ………………………………………………………………………… 1
Daftar isi ………………………………………………………………………………. 2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 3
1. Latar belakang …………………………………………………………………… 3
2. Permasalahan …………………………………………………………………..... 4
3. Tujuan …………………………………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………..5
1. Islam Masuk di Kalimantan Barat …………………………………………….. 5
2. Islam Masuk di Kalimantan Selatan ………………………………7
3. Islam Masuk di
Kalimantan Timur
……………..………………….10
4. Islam Masuk di
Kalimantan Tengah ………………………………….12
5.
Pendidikan
Islam di Kalimantan
……………………………………………………... 13
6. Organisasi Perkumpulan Madrasah di
Kalimantan
…………….13
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….. 15
1. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 15
2. Saran dan kritik ………………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………... 16
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Para ulama yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir sehingga inilah awal dari masuknya islam di kalimantan. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala itu melalui dua jalur.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari.
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara
Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
2. Permasalahan
- Menjelaskan tentang begaimana Islam datang ke Pulau Kalimantan
- Menjelaskan tentang bagaimana caranya Islam bisa
berkembang di Pulau Kalimantan.
- Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Pulau Kalimantan setelah Islam datang.
3. Tujuan
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau Kalimantan
- Menjelaskan tentang apa saja hikmah bagi Pulau Kalimantan setelah Islam datang.
3. Tujuan
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana Islam masuk ke Pulau Kalimantan
- Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah
yang baik
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau Kalimantan
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang terdahulu di Pulau Kalimantan
PEMBAHASAN
Islam
pertama kali masuk di Kalimantan adalah di daerah utara tepatnya di daerah
Brunai sekitar pada tahun 1500 M. Setelah raja Brunai memeluk Islam (sekitar
1520), maka Brunai menjadi pusat penyiaran agama Islam sehingga Islam sampai ke
Pilipina.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak.
Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.
Pusat penyebaran Islam yang lain adalah di Kalimantan Barat di dekat Muara Sambas. Islam masuk ke daerah ini diperkirakan pada abad XVI di bawa oleh orang-orang dari Johor, menyusul kemudian daerah Sambas ditaklukkan oleh kerajaan Johor.
Adapun masuknya Islam di Kalimantan Selatan terjadi sekitar 1550 M atas pengaruh dari Jawa. Dikatakan bahwa raja-raja di Kalimantan Selatan memeluk agama Islam setelah mendapat bantuan dari Sultan Demak.
Daerah Timur Kalimantan terdapat kerajaan Bugis yang mendapat pengaruh Islam sekitar tahun 1620 M. Islam masuk ke daerah ini melalui jalan perkawinan orang-orang Arab dengan putri-putri raja di daerah ini.
Proses
Masuknya Islam Di Beberapa Daerah di Pulau Kalimantan :
A. Islam Masuk di Kalimantan Barat
Islam masuk ke Indonesia masih menyisakan perdebatan panjang,ada
tiga teori yang dikembangkan para ahli mengenai masuknya Islam di
Indonesia:
1.TeoriGujarat,
2.Teori Persia dan
3.Teori Arabia.
1. Teori Gujarat banyak dianut
oleh ahli dari Belanda
Islam dari anak BenuaIndia, menurut Pijnappel orang Arab bermazhab
Syafi’i yang bermingrasi
menetap diwilayah India kemudian membawa Islam ke Indonesia
(Azra,1998:24) Teori ini dikembangkan oleh Snouck Hurgonje.Moquette
iaberkesimpulan bentuk nisan di Pasai kawasan Sumatera 17 Dzulhijjah 1831H/27
September 1428, batu nisan mirip di Cambay,Gujarat.W.F. Stuterheimmenyatakan
masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi,yakniMalik Al-Saleh
pada tahun 1297. masuknya Islam ke Indonesia adalah Gujarat. Relief batu
nisan Sultan Malik Al-Saleh bersifat Hinduistikj mempunyai kesamaan batu
nisan di Gujarat.(Suryanegara,1998:76). J.C.Van Leur pada th 674 M pantai barat
Sumatera telah terdapat perkampungan Islam, Islam tidak terjadi pada abad
ke- 13 akan tetapi abad ke-7
2.Teori Persia dikembangkan oleh: Hoesin
Djajadiningrat,
titik berat pada kesamaan kebudayaan masyarakat Indonesia dengan
Persia.Kesamaan budaya seperti peringatan 10 muharram atau Asyura sebagai
hari peringatanSyi’ah terhadap syahidnya Husain. Kedua adanya ajaran wahdatul
Wujud Hamzah Fansuri dan Syekh Siti Jenar dengan ajaran sufi Persia,
Al-Hallaj.Persia, dibantah K.H. Saifuddin Zuhri , apabila berpedoman Islam
masuk abad ke -7 pada masa Bani Umayyah, Kekuasaan politik dipegangoleh
bangsa Arab, tidak mungkin Islam berasal dari Persia.
(1 )M.Natsir,S.Sos.M.Si Peneliti pada Balai Pelestarian Sejarah
Pontianak. Dosen pada Isipol UNTAN(2) Bahan tulisan Seminar Serantau
Perkembangan Islam Borneo, 27-28 Peb 2008 di UiTM Malaysia
3. Teori Arabia,
penganut teori ini adalah :T.W.Arnold,Crawfurd, Keijzer, Niemann,
De Holander, Naquib Al-Attas ,A. Hasyimi, dan Hamka.
Teori Arabiah yang dipertegas Hamka ia menolak keras terhadap teori
Gujarat, teori ini dikemukan Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia
di Medan, 17-20 Maret 1963 ia menolak bahwa Islam masuk ke Indonesia abad
13 jauh sebelumnya abad ke-7 Masehi. Adapun keberadaan Islam di Kalimantan
Barat tidak diketahui secara pasti,namun dari beberapa literatur dan pendapat yang
ada masih merupakan sebuah prediksi yang dikemukakan oleh para
peneliti maupun dari bekas-bekas peninggalanyang ada, baik yang terekam di
masyarakat melalui ajaran atau kepercayaan, dapat juga dilihat dari
situs-situs yang masih ada dan sejarah keberadan keraton yang
banyak didominasi oleh kesultanan Islam.(Doc.Natsir)
B.Islam Masuk di Kalimantan Selatan
Barangkali
sumber yang cukup tua menyebutkan bahwa Kalimantan pada periode menjelang
masuknya Islam di Kalimantan ialah Negara
Kartagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca tahun 1365 ini telah menyebut
daerah Kalimantan Selatan yang diketahui ialah daerah sepanjang sungai Negara,
sungai Barito dan sekitarnya.
Situasi
politik di daerah Kalimantan Selatan menjelang Islam banyak diketahui dari
sumber historiografi tradisional yakni Hikayat Lambung Mangkurat atau Hikayat
Banjar. Sumber tersebut memberitahukan bahwa di daerah Kalimantan Selatan telah
berdiri kerajaan yang bercorak Hindu Negara Dipa yang berlokasi sekitar Amuntai
dan kemudian dilanjutkan dengan Negara Daha sekitar Negara sekarang.
Menjelang
datangnya Islam ke daerah Kalimantan Selatan kerajaan yang bercorak Hindu telah
berpindah dari Negara Dipa ke Negara Daha diperintah oleh Maharaja Sukarama,
mertua Ratu Lemak. Setelah dia meninggal dia digantikan oleh Pangeran
Tumenggung yang menimbulkan sengketa dengan Pangeran Samudera cucu Maharaja
Sukarama, yang dilihat dari segi institusi kerajaan mempunyai hak mewarisi
tahta kerajaan. Dengan demikian Negara Daha adalah benteng terakhir dari
institusi kerajaan bercorak Hindu dan setelah itu digantikan dengan institusi
bercorak Islam.
Sunan Giri
sangat besar terhadap perkembangan kerajaan Islam Demak. Sunan Girilah yang
memberikan gelar Sultan kepada raja Demak. Dalam hal ini sangat menarik
perhatian hubungan antara Sunan Giri dengan daerah Kalimantan Selatan. Dalam
Hikayat Lambung Mangkurat diceritakan tentang Raden Sekar Sungsang dari Negara
Dipa yang lari ke Jawa. Ketika dia masih kecil kelakuannya menjengkelkan ibunya
Puteri Kaburangan, yang juga dikenal sebagai Puteri Kalungsu. Waktu dia kecil
karena sering mengganggu ibunya, dia dipukul di kepalanya dan mengeluarkan
darah. Sejak itu dia lari dan ikut dengan juragan Petinggi atau Juragan Balaba
yang berasal dari Surabaya. Juragan Balaba memeliharanya sebagai anaknya
sendiri dan setelah dewasa dia dikawinkan dengan puteri Juragan Balaba sendiri.
Dia mempunyai dua orang putera Raden Panji Sekar dan Raden Panji Dekar.
Keduanya berguru pada Sunan Giri, Raden Sekar kemudian diambil menjadi menantu
Sunan Giri dan kemudian bergelar Sunan Serabut. Raden Sekar Sungsang kemudian
kembali menjalankan perdagangan sampai ke Negara Dipa. Dengan penampilan yang
tampan Raden Sekar Sungsang adalah seorang pedagang dari Jawa, yang banyak
mengadakan hubungan perdagangan dengan pihak kerajaan Negara Dipa. Akhirnya dia
kawin dengan Puteri Kalungsu penguasa Negara Dipa, yang sebetulnya adalah
ibunya sendiri. Setelah Puteri Kalungsu hamil barulah terungkap bahwa suaminya
adalah anaknya yang dulu hilang. Mereka bercerai, Raden Sekar Sungsang
memindahkan pemerintahannya menjadi Negara Daha, yang berlokasi sekitar Negara
sekarang, sedangkan Ibunya tetap di Negara Dipa sekitar Amuntai sekarang. Raden
Sekar Sungsang yang menurunkan Raden Samudera yang menjadi Sultan Suriansyah
raja pertama dari Kerajaan Banjar.
Raden Sekar
Sungsang Menjadi raja pertama dari Negara Daha dengan gelar Maharaja Sari
Kaburangan. Selama dia berkuasa hubungan dengan Giri tetap terjalin dengan
pembayaran upeti tiap tahun.Yang menjadi masalah adalah, kalau Raden Sekar
Sungsang selama di Jawa kawin dengan melahirkan putera Raden Panji Sekar
selanjutnya menjadi menantu Sunan Giri, adalah hal mungkin sekali bahwa Raden
Sekar Sungsang juga telah memeluk agama Islam. Raden Panji Sekar menjadi
seorang ulama yang bergelar Sunan Serabut, adalah hal yang wajar kalau ayahnya
sendiri Raden Sekar Sungsang telah memeluk agama Islam meskipun keimanannya
belum kuat. Kalau anggapan ini benar maka Raden Sekar Sungsang raja dari Negara
Daha dari Kerajaan Hindu yang telah beragama Islam pertama sebelum Sultan
Suriansyah.
Kalau benar
bahwa Raden Sekar Sungsang yang bergelar Sari Kaburangan telah beragama Islam,
mengapa dia tidak menyebarkan Islam itu pada rakyatnya. Hal ini terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinannya antara lain bahwa agama Hindu masih
terlalu kuat, sehingga lebih baik menyembunyikan ke Islamannya, atau memang
keimanannya belum kuat. Tetapi yang dapat disimpulkan bahwa Islam telah
menyelusup di daerah Negara Daha Kalimantan Selatan, sekitar abad ke 13-14
Masehi.
A.A. Cense
dalam bukunya “De Kroniek van
Banjarmasin”, menjelaskan bahwa ketika Pangeran Samudera berperang
melawan pamannya Pangeran Tumenggung raja Negara Daha. Pangeran Samudera
menghadapi bahaya yang berat yaitu kelaparan di kalangan pengikutnya. Atas usul
Patih Masih Pangeran Samudera meminta bantuan pada Kerajaan Islam Demak yang
saat itu kerajaan terkuat setelah Majapahit. Patih Balit diutus menghadap
Sultan Demak dengan 400 pengiring dan 10 buah kapal. Patih Balit menghadap
Sultan Tranggana dengan membawa sepucuk surat dari Pangeran Samudera. F.S.A. De
Clereq dalam bukunya. De Vroegste
Geschiedenis van Banjarmasin (1877) halaman 264 memuat isi surat
Pangeran Samudera itu. Surat itu tertulis dalam bahasa Banjar dalam huruf
Arab-Melayu. Isi surat itu adalah : “Salam
sembah putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan Demak. Putera
andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean kerana
putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu namanya Pangeran
Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula pada andika maka
persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah,
damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”. Yang menarik
dari surat ini adalah bahwa surat itu tertulis dalam huruf Arab. Kalau huruf
Arab sudah dikenal oleh Pangeran Samudera, adalah jelas menunjukkan bukti bahwa
masyarakat Islam sudah lama terbentuk di Banjarmasin. Terbentuknya masyarakat
Islam dan lahirnya kepandaian membaca dan menulis huruf Arab memerlukan waktu
yang cukup lama. Kalau Kerajaan Islam Banjar terbentuknya pada permulaan abad
ke- 16, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa masyarakat Islam di Banjarmasin
sudah terbentuk pada abad ke- 15. Karena itulah masuknya agama Islam ke
Kalimantan Selatan setidak-tidaknya terjadi pada permulaan abad ke- 15.
Perdagangan
sangat ramai setelah bandar pindah ke Banjarmasin. Disini dapat pula kita lihat
perbedaan perekonomian antara Negara Daha dan Banjarmasin. Negara Daha menitik
beratkan pada ekonomi pertanian sedangkan Banjarmasin menitik beratkan pada
perekonomian perdagangan. Hubungan itu terutama adalah hubungan ekonomi
perdagangan dan akhirnya meningkat menjadi hubungan bantuan militer ketika
Pangeran Samudera berhadapan dengan Raja Daha Pangeran Tumenggung.
Pangeran
Samudera adalah cikal bakal raja-raja Banjarmasin. Dia adalah cucu Maharaja
Sukarama dari Negara Daha. Pangeran Samudera terpaksa melarikan diri demi
keselamatan dirinya dari ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja
terakhir dari Negara Daha. Patih Masih adalah Kepala dari orang-orang Melayu
atau Oloh Masih dalam Bahasa Ngaju. Sebagai seorang Patih atau kepala suku,
tidaklah berlebihan kalau dia sangat memahami situasi politik Negara Daha,
apalagi juga dia mengetahui tentang kewajiban sebagai daerah takluk dari Negara
Daha, dengan berbagai upeti dan pajak yang harus diserahkan ke Negara Daha.
Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung,
Patih Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus-menerus desa mereka menjadi
desa. Mereka sepakat mencari Pangeran Samudera cucu Maharaja Sukarama yang
menurut sumber berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Serapat, karena
Pangeran Tumenggung yang sekarang Menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri
ingin membunuh Pangeran Samudera.
Pangeran
Samudera dirajakan di kerajaan baru Banjar setelah berhasil merebut bandar
Muara Bahan, bandar dari Negara Daha dan memindahkan bandar tersebut ke Banjar
dengan para pedagang dan penduduknya. Bagi Pangeran Tumenggung sebagai raja
Negara Daha, hal ini berarti suatu pemberontakan yang tidak dapat dimaafkan dan
harus dihancurkan, perang tidak dapat dihindarkan lagi. Pangeran Tumenggung
kalah, mundur dan bertahan di muara sungai Amandit.
Dalam
perjalanan sejarah raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti dengan
seksama nampak bahwa pergantian raja-raja dari Negara Daha sampai Banjarmasin
dari :
1. Maharaja
Sari Kaburangan/Raden Sekar Sungsang
2. Maharaja
Sukarama
3. Pangeran
Mangkubumi/Raden Manteri
4. Pangeran
Tumenggung
5. Pangeran
Samudera
Bukan
pergantian yang lumrah dari ayah kepada anak tapi dari tangan musuh yang satu
ketangan musuh yang lain, melalui revolusi istana. Raden Sekar Sungsang usurpator pertama adalah pembangunan
dinasti Hindu Negara Daha, dan Pangeran Samudera usurpator kedua adalah pembangun dinasti Islam Banjarmasin.
‘
C.Islam Masuk di Kalimantan Timur
Pada masa
pemerintahan Aji Raja Mahkota (1525-600) kerajaan Kutai Kartanegara kedatangan
dua orang ulama dari Makassar, yaitu Syekh Abdul Qadir Khatib Tunggal yang
bergelar Datok Ri Bandang dan Datok Ri Tiro yang dikenal dengan gelar Tunggang
Parangan. Seperti yang di kisahkan dalam Silsilah Kutai, tujuan kedatangan dua
ulama tersebut adalah untuk menyebarkan agama islam dengan cara mengajak Aji
Raja Mahkota Untuk memeluk agama Islam, pada awalnya ajakan ulama ini di tolak
oleh Aji Raja Mahkota dengan alasan bahwa agama di kerajaan Kutai Kartanegara
adalah Hindu.
Langkah dakwah kedua ulama ini untuk mengajak Aji Raja
Mahkota di tolak oleh sang Raja. Bahkan karena langkah dakwah ini buntu, Tuan
ri Bandang akhirnya memutuskan kembali ke Makassar dan meninggalkan tunggang
parangan di kerajaan Kutai Kartanegara. Sebagai jalan akhir, Tunggang Parangan
menawarkan solusi kepada Aji Raja Mahkota untuk mengadu kesaktian dengan
taruhan apabila Aji Raja Mahkota kalah, maka sang raja bersedia untuk memeluk
islam. Akan tetapi jika Aji Raja Mahkota yang akan menang maka Tunggang
Parangan akan mengabdikan hidupnya untuk kerajaan Kutai Kartanegara.
Solusi Tunggang Parangan di setujui oleh Raja Mahkota.
Adu kesaktian akhirnya di gelar dan berujung dengan kekalahan Aji Raja Mahkota.
Sebagai konskuensi kekalahan, maka Aji Raja Mahkota Akhirnya masuk Islam. Sejak
Aji Raja Masuk Islam maka pengaruh Hindu yang telah tertular lewat interaksi
dengan kerajaan majapahit lambat laun luntur dan berganti dengan pengaruh
Islam dan sebagian rakyat yang masih memilih untuk memeluk agama hindu kemudia
tersisih dan berangsur-angsur pindah ke daerah pinggiran kerajaan.
Perkembangan kerajaan Kutai Kartanegara yang mempunyai
lokasi berdekatan dengan kerajaan kutai yang lebih dulu ada di Muara Kaman pada
awalnya tidak menimbulkan friksi yang berarti. Hanya saja ketika Kerajaan Kutai
Kartanegara di perintah oleh Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura
(1605-1635 M) terjadi perang antara dua kerajaan besar ini. Di akhir perang
Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara di lebur menjadi satu dengan nama
Kerajaan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Raja pertama dari penggabungan dua
kerajaan ini adalah Aji Pangeran Sinom Panji Mendapa ing Martadipura (1605-1635
M).
Pada masa pemerintahan Aji Pangeran Sinom Panji
Mendapa ing Martadipura, pengaruh Islam yang telah masuk sejak pemerintahan Aji
Raja Mahkota (1525-1600 M) telah mengakar kuat. Islam sangat berpengaruh pada
sistem pemerintahan Kerajaan Kutai Karta Negara ing Martadipura. Indikator dari
pengaruh islam terlihat pada pemakaian Undang-Undang Dasar Kerajaan yang di
kenal dengan nama “Panji Salaten” yang terdiri dari 39 Pasal dan memuat sebuah
kitab peraturan yang bernama “Undang-Undang Beraja Nanti” yang memuat 164 Pasal
peraturan. Kedua Undang-Undang tersebut berisi peraturan tentang yang di
sandarkan pada Hukum Islam.
Pemimpin pertama yang memakai gelar “Sultan” adalah
Aji Su;tan Muhammad Idris. Beliau merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng, seorang bangsawan Bugis di Sulawesi Selatan. Pada
saat rakyat Bugis di Sulawesi Selatan sedang berperang melawan VOC (Vereenigde
Oost Indische Compagnie), Sultan Wajo meminta bantuan Aji Sultan Muhammad
Idris. Permintaan bantuan pun di penuhi oleh Aji Sultan Muhammad Idris.
Kemudian berangkatlah rombongan Aji Sultan Muhammad Idris ke Sulawesi Selatan
untuk membantu Sultan Wajo La Madukelleng. Dalam upaya memberikan bantuan
tersebut Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dunia.
Selama kepergian Aji Sultan Muhammad Idris ke
Sulawesi, kursi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadi pura di pegang oleh dewan
perwakilan. Tetapi ketika Aji Sultan Muhammad Idris Meninggal dalam pertempuran
di Sulawesi, timbul perebutan tahta tentang pengganti sultan. Perebutan tahta
terjadi antara kedua anak Aji Sultan Muhammad Idris, yaitu putra Mahkota Aji
Imbut dan Aji Kado.
Pada awal awal perebutan tahtta, Aji Imbut terdesak
oleh Aji Kado dan lari ke Sulawesi, ke tanah kakeknya, yaitu Sultan Wajo La
MAdukelleng. Aji Imbut menggalang kekuatan untuk kembali menyerang Aji Kado
yang telah menduduki ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang
terletak di pemarangan, karena ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara telah
berpindah dari Kutai lama ke Pemarangan sejak tahun 1732.
Aji Imbut Akhirnya menyerang Aji Kado di Pemarangan.
Di dukung oleh orang-orang Wajo dan Bugis dan Aji Imbut berhasil mengalahkan
Aji Kado dan memduduki singgasana Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
dengan Gelar Aji Marhum Muslihuddin (1739-1782 M). sedangkan Aji Imbut dihukum
mati dan dimakamkan di pulau jembayan.
Di
Kalimantan Timur inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang
dan Tuan Tunggang Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada
Islam diikuti oleh para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk
kegiatan dakwah ini dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota
berusaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan
Timur sampai daerah Muara Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan
para penggantinya.
D.Islam Masuk di Kalimantan Tengah
seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya. Kiai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin. Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin.
seorang ulama yang telah berjasa besar dalam menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh Sultan Mustainubillah. Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis kesultanan baru di wilayah ini.
Berkat jasa-jasanya yang besar dalam menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin. Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya. Kiai Gede membangun Sebuah Masjid yang bernama Masjid Kiai Gede, Mesjid ini menjadi saksi sejarah perkembangan Islam di Kotawaringin. Masjid Kiai Gede dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052 Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678 M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin.
Pendidikan Islam di Kalimantan
Pendidikan Islam di Kalimantan
Pendidikan Islam di Kalimantan
dipelopori
oleh Madrasatun Najah wal Falah yang didirikan pada tahun 1918 M, hal ini
menjadi inspirasi bagi berdirinya madrasah-madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah
yang lain. Diantara madrasah-madrasah tersebut adalah :
Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah)
Di antara madrasah yang masyhur adalah Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah) di Sambas yang berdiri pada tahun 1922 M. Proses pembelajaran di madrasah ini selama 5 tahun ditambah 1 tahun kursus vak agama. Materi yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama ditambah pengetahuan umum.
Al-Raudlatul Islamiyyah
Madrasah Al-Raudlatul Islamiyyah berlokasi di Pontianak, didirikan pada tahun 1936 M. Madrasah ini menyelenggarakan dua tingkat pendidikan yaitu Ibtidaiyah selama 6 tahun dan Tsanawiyah selama 3 tahun. Materi yang diajarkan sama dengan madrasah lain yaitu ilmu agama ditambah ilmu umum.
Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
SMIP didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946 M di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Lama pelajarannya selama 5 tahun terdiri dari 6 kelas. Pelajaran Agama di kelas 1, 2 dan 3 sederajat dengan Tsanawiyah dan pelajaran umum sedapat-dapatnya sederajat dengan SMP Negeri.
Normal Islam Amuntai
Madrasah ini didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, seorang lulusan Al-Azhar Mesir dengan nama Arabische School. Pada akhir 1941 tampuk kepemimpinan dipegang oleh Ustadz M. Arif Lubis, salah satu guru di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Madiun) dan berubah namanya menjadi Ma’had Rasyidah Amuntai. Pada tahun 1945, nama madarasah berubah menjadi sekolah guru dengan nama Normal Islam IMI Amuntai, dengan lama pelajaran selama 6 tahun dan rencana pelajarannya disesuaikan dengan hajat masyarakat.
Selain madrasah-madrasah tersebut banyak madrasah-madrasah lainnya, diantaranya Madrasah Imad Darussalam di Martapura, Madrasah Sekolah Menengah Islam di Kandangan, Madrasah Al-Ashriah di Banjarmasin dan lain-lain.
Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah)
Di antara madrasah yang masyhur adalah Madrasah Perguruan Islam (Assulthaniah) di Sambas yang berdiri pada tahun 1922 M. Proses pembelajaran di madrasah ini selama 5 tahun ditambah 1 tahun kursus vak agama. Materi yang diajarkan adalah ilmu-ilmu agama ditambah pengetahuan umum.
Al-Raudlatul Islamiyyah
Madrasah Al-Raudlatul Islamiyyah berlokasi di Pontianak, didirikan pada tahun 1936 M. Madrasah ini menyelenggarakan dua tingkat pendidikan yaitu Ibtidaiyah selama 6 tahun dan Tsanawiyah selama 3 tahun. Materi yang diajarkan sama dengan madrasah lain yaitu ilmu agama ditambah ilmu umum.
Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP)
SMIP didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946 M di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Lama pelajarannya selama 5 tahun terdiri dari 6 kelas. Pelajaran Agama di kelas 1, 2 dan 3 sederajat dengan Tsanawiyah dan pelajaran umum sedapat-dapatnya sederajat dengan SMP Negeri.
Normal Islam Amuntai
Madrasah ini didirikan pada tahun 1928 oleh H. Abdur Rasyid, seorang lulusan Al-Azhar Mesir dengan nama Arabische School. Pada akhir 1941 tampuk kepemimpinan dipegang oleh Ustadz M. Arif Lubis, salah satu guru di Pondok Modern Gontor Ponorogo (Madiun) dan berubah namanya menjadi Ma’had Rasyidah Amuntai. Pada tahun 1945, nama madarasah berubah menjadi sekolah guru dengan nama Normal Islam IMI Amuntai, dengan lama pelajaran selama 6 tahun dan rencana pelajarannya disesuaikan dengan hajat masyarakat.
Selain madrasah-madrasah tersebut banyak madrasah-madrasah lainnya, diantaranya Madrasah Imad Darussalam di Martapura, Madrasah Sekolah Menengah Islam di Kandangan, Madrasah Al-Ashriah di Banjarmasin dan lain-lain.
Organisasi Perkumpulan Madrasah di Kalimantan
Di kalimantan ada beberapa organisasi perkumpulan madrasah, diantaranya :
a. Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI)
Permi didirikan di Pontianak pada tahun 1954 dengan tujuan untuk menyatukan nama madrasah dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al Ibtidaiyah dan Madrasatul Islam Tsanawiyah. Tujuan lainnya adalah menyatukan bahan dan sumber pelajaran, yakni menggunakan kitab-kitab keluaran Sumatera. Permi memberi ketentuan bahwa pelajaran pada madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu agama, bahasa Arab dan pengetahuan umum dengan porsi pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Permi juga mempunyai tujuan untuk menyatukan madrasah-madrasah dalam organisasi ini.
b. Ikatan Madrasah Islam (IMI) Amuntai
IMI didirikan pada tanggal 15 Maret 1945 dengan tujuan menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam, memperluas berdirinya perguruan tinggi Islam dan memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat hidup orang banyak.
Untuk mencapai tujuan tersebut IMI melakukan rapat-rapat dengan guru-guru dan pendidik-pendidik Islam, mendirikan perguruan-perguruan Islam jika memungkinkan, menggabungkan perguruan-perguruan Islam menjadi satu serta memberikan arahan-arahan kepada perguruan-perguruan Islam tentang pendidikan, pengajaran dan organisasi.
Di kalimantan ada beberapa organisasi perkumpulan madrasah, diantaranya :
a. Persatuan Madrasah Islam Indonesia (PERMI)
Permi didirikan di Pontianak pada tahun 1954 dengan tujuan untuk menyatukan nama madrasah dengan nama yang sederhana yaitu Madrasatul Islam Al Ibtidaiyah dan Madrasatul Islam Tsanawiyah. Tujuan lainnya adalah menyatukan bahan dan sumber pelajaran, yakni menggunakan kitab-kitab keluaran Sumatera. Permi memberi ketentuan bahwa pelajaran pada madrasah-madrasah itu terdiri dari ilmu agama, bahasa Arab dan pengetahuan umum dengan porsi pengetahuan umum sekurang-kurangnya 30%. Permi juga mempunyai tujuan untuk menyatukan madrasah-madrasah dalam organisasi ini.
b. Ikatan Madrasah Islam (IMI) Amuntai
IMI didirikan pada tanggal 15 Maret 1945 dengan tujuan menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam, memperluas berdirinya perguruan tinggi Islam dan memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat hidup orang banyak.
Untuk mencapai tujuan tersebut IMI melakukan rapat-rapat dengan guru-guru dan pendidik-pendidik Islam, mendirikan perguruan-perguruan Islam jika memungkinkan, menggabungkan perguruan-perguruan Islam menjadi satu serta memberikan arahan-arahan kepada perguruan-perguruan Islam tentang pendidikan, pengajaran dan organisasi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah Islam datang ke Indonesia
terutama di Pulau Kalimantan banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama
bagi rakyat yang menengah ke bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas
lagi karena Islam tidak mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki
derajat yang sama. Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di bidang
politik, ekonomi dan agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat
Indonesia untuk melawan dan memgusir para penjajah.
B. SARAN
Kami yakin dalam penulisan makalah ini
banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami mohon kepada para pembaca agar
dapat memberikan saran, kritikan, atau mungkin komentarnya demi kelancaran
tugas kelompok kami ini
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,
Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam
Seminar Nasional tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di
Indonesia", Jakarta:
International Institute of Islamic Thought,
Lembaga Studi Agama dan Filsafat UIN
Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud,
Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Antonio,
Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Anwar, M.
Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang
Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995
Azra,
Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999
http://ldiisampit.blogspot.com/2011/11/perkembangan-islam-di-kalimantan.html
SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN
SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTANA. MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN BARAT
Masuknya Islam ke Kalimantan Barat itu sendiri tidak di ketahui secara pasti, masih banyak perbedaan pendapat dari berbagai kalangan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke Kalimantan Barat pada Abad ke-15, dan ada juga pendapat lain yang mengatakan Islam masuk di Kalbar pada abad ke-16. Daerah pertama di Kalimantan Barat yang diperkirakan terdahulu mendapat sentuhan agama Islam adalah Pontianak, Matan dan Mempawah. Islam masuk ke daerah-derah ini diperkirakan antara tahun 1741, 1743 dan 1750. Menurut salah satu versi pembawa islam pertama bernama Syarief Husein, seorang Arab. Namun, ada versi lain yang mengatakan, nama beliau adalah Syarif Abdurrahman al-Kadri, putra dari Svarif Husein. Diceritakan bahwa Syarief Abdurrahman Al-Kadri adalah putra asli Kalimantan Barat. Ayahnya Sayyid Habib Husein al-Kadri, seorang keturunan Arab yang telah menjadi warga Matan. Ibunya bernama Nyai Tua, seorang putri Dayak yang telah menganut agama Islam, putri Kerajaan Matan. Syarif Abdurrahman al-Kadri lahir di Matan tanggal 15 Rabiul Awal 1151 H (1739 M). Jadi ia merupakan keturunan Arab dan Dayak dan Ayahnya Syarief Husein (Ada yang menyebutnya Habib Husein) menjadi Ulama terkenal di Kerajaan Matan hampir selama 20 tahun. (Anshar Rahman, 2000:3).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Islam masuk ke Kalbar itu dibawa oleh juru dakwah dari Arab. Tidak diketahui secara pasti apakah Syarief Husein ini seorang pedagang atau tidak. Namun, ada yang mengatakan kalau Syarief Husein dulunya adalah seorang pedagang yang kemudian menjadi pendakwah, dan menetap di Kalbar. Syarief Husein dalam menyebarkan agama Islam tidak hanya melalui dakwah tetapi juga melalui aktivitas ekonomi. Dengan kekuatan ekonomi ini pula dakwah menjadi semakin berhasil, ditambah relasi yang luas dengan para pedagang lainnya. (Anshar Rahmat, 2000:4). Setelah beliau meninggal kemudian digantikan oleh anaknya Syarif Abdurrahman al-Kadri.
Islam tersebar hampir diseluruh wilayah Kalimantan Barat, tidak hanya di daerah pesisir pantai tetapi juga didaerah-daerah pedalaman Kalbar. Pada dasarnya di daerah Kalbar mayoritas penduduknya adalah Melayu, yang identik beragama Islam dan pada umumnya bermukim di pesisir sungai atau pantai. Ada beberapa hal yang membuat Islam dapat dengan mudah untuk diterima oleh masyarakat dan menyebar luas sampai kedaerah-daerah pedalaman. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Melalui perkawinan;
Dimana adanya perkawinan campuran yang dilakukan oleh orang muslim dengan orang non-muslim. Hal ini dapat ditunjukan seperti ketika orang Dayak Iban datang kedaerah Batu Ngandung yang mayoritas penduduknya bersuku melayu, mereka tinggal dan menetap lama disana. Kemudian, setelah beberapa tahun tinggal disana, orang Iban mendapat tawaran untuk masuk Islam dengan tujuan agar mereka orang-orang Iban tersebut lebih mudah menyatu dalam hal makan minum dan pembauran perkawinan. Dan hal ini mendapatkan respon yang sangat baik dari orang Iban, mereka percaya dengan adanya kesamaan akidah akan membuat mereka lebih mudah dan dapat mempererat hubungan kekerabatan dan kekeluargaan. Adanya perkawinan campuran ini juga dapat dilihat pada kerajaan Pontianak yang rajanya Syarief Abdurrahman Al-Kadri menikah dengan Nya’I Tua putri Dayak kerajaan Matan.
2. Melalui perdagangan;
Mayoritas penduduk Kalbar tinggal di daerah pesisir sungai atau pantai. Islam disebar luaskan dan berkembang melalui kegiatan perdagangan mulanya di kawasan pantai seperti Kota Pontianak, Ketapang, atau Sambas, kemudian menyebar kearah perhuluan sungai.
3. Melalui dakwah;
Hal ini dapat kita lihat ketika Islam masuk ke daerah Sungai Embau di daerah Kapuas Hulu. Yang memegang peranan yang sangat penting dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam pada masyarakat Sungai Embau adalah para pendakwah yang datang dari luar daerah tersebut. Adapun nama-nama mubaligh dan guru agama yang terlibat dalam menyebarkan agama Islam didaerah tersebut pada awal abad ke-20 diantaranya adalah Haji Mustafa dari Banjar (1917-1918), Syeh Abdurrahman dari Taif, Madinah (1926-1932), Haji Abdul Hamid dari Palembang (1932-1937), Sulaiman dari Nangah Pinoh (1940-?), dan Haji Ahmad asal Jongkong (sekarang). Para guru agama ini mengajarkan membaca Al-Quran, fiqh dan lain-lain, dirumah dan juga di mesjid. Dalam pengajaran membaca Al-Qur’an mereka menggunakan metode Baqdadiyah
4. Melalui Kekuasaan (otoriter):
Islamisasi ini terjadi pada masa Sultan Aman di kerajaan Sintang. Pada massa ini beliau melakukan perperangan kepada siapa saja yang tidak mau masuk Islam. Tercatat raja-raja kerajaan Silat, Suhaid, Jongkong, Selimbau dan Bunut diperangi karena tidak mau masuk Islam. Setelah raja-raja tersebut dapat ditaklukan dan menyatakan diri memeluk Islam, mereka diharuskan berjanji untuk tidak ingkar. Bagi yang melanggar akan dihukum mati. Hal ini mungkin agak unik dibandingkan dengan Islamisasi yang terjadi diwilayah lain yang rata-rata disiarkan secara damai.
5. Melalui Kesenian:
Islam disebarkan kepada masyarakat Kalbar juga melalui kesenian tradisional. Ini dapat kita lihat pada masyarakat di Cupang Gading. Sastra tradisional yang ada di Cupang Gading memperlihatkan adanya nilai-nilai keislaman. Dengan mengkolaborasikan antara nilai Islam dengan nilai kesenian ini memberikan kemudahan dalam menyebarkan Islam itu sendiri. Berpadunya nilai lokal dengan Islam dapat dilihat melalui prosa rakyat yang dikenal dengan istilah bekesah dan melalui puisi tradisional, seperti pantun, mantra, dan syair. Selain itu Islam juga disebarkan melalui kesenian Jepin Lembut yang ada didaerah Sambas. Dengan berbagai macam kesenian inilah yang kemudian dijadikan media dakwah dalam menyebarkan Islam di Kalbar.
B. MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN SELATAN
Dalam hikayat Banjar tidak disebutkan siapa nama Penghulu dari Demak yang mengislamkan/melaksanakan pengtahbisan Raden Samudera sebagai raja Islam pertama di Kerajaan Banjar. Drs. Hasan Muarif Ambary dalam prasarannya yang berjudul: Catatan Tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan Selatan, pada Seminar Sejarah Kalimantan Selatan di Banjarmasin tahun 1976, mengemukakan ada lima Imam (Penghulu) Demak selama Kerajaan Demak berdiri, yaitu:
1. Sunan Bonang atau Pangeran Bonang, dari 1490 sampai 1506/12.
2. Makdum Pembayun dari 1506/12 hingga 1515.
3. Kiayi Pembayun dari 1515 sampai 1521.
4. Penghulu Rahmatullah dari 1521 hingga 1524.
5. Sunan Kudus pada tahun 1524
Jika dilihat masa pemerintahan Raden samudera atau berdirinya Kerajaan Banjar, maka ketika Imam terakhir itulah salah satu di antara mereka munkin merupakan tokoh yang hadir untuk mentahbiskan Raden Samudera.
Sementara itu dalam sejarah Banjar terkenal seoang Penghulu bernama Khatib Dayyan. Bagi masyarakat Banjar Khatib Dayyan dikenal sebagai penyebar Islam pertama di Kalimantan Selatan. Ia juga dikatakan sebagai seorang yang berjasa dalam mengislamkan Raden Samudera dan rakyatnya. Makamnya terdapat di dalam Kompleks Makam Sultan Suriansyah.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa Mantri Demak dan Penghulu Demak tersebut setelah mengislamkan Sultan Suriannyah mereka kembali ke Demak.21). Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa Khatib Dayyan adalah orang Banjar sendiri yang lebih banyak peranannya dalam menyebarkan Islam di Kerajaan Banjar sesudah Mantri dan Penghulu Demak kebali ke negeri mereka.
Di samping itu ada data-data yang menunjukkan bahwa Islam telah masuk dan dikenal orang Banjar jauh sebelum peristiwa datangnya Penghulu dari Demak tersebut:
a. Pada abad ke 15 ketika permintaan cengkih bertambah besar, maka tanaman ini yang dahulunya hanya merupakan hasil hutan kemudian ditanam di perkebunan-perkebunan. Usaha perkebunan cengkih yang mula-mula terdapat di Ternate, kemudian seram dan Ambon. Para pedagang Gujarat yang beragama Islam, kemudian juga dengan para pedagang Cina yang menurut berita Jing Yai Sheng Lan tahun 1416 sudah banyak yang beragama islam, dalam perjalanan itu mereka singgah di bandar-bandar kalimantan Selatan dan Makasar.
b. H. Abdul Muis dalam prasarannya yang berjudul: Masuk dan Tersebarnya Islam di Kalimantan Selatan, pada Pra Seminar Sejarah Kalimantan Selatan tahun 1973 mengemukakan bahwa Raden Paku (Sunan Giri) putra Sayid Ishak pada waktu berumur 23 tahun berlayar ke Pulau Kalimantan di pelabuhan Banjar, membawa barang dagangan dengan 3 buah kapal bersama dengan juragan Kamboja yang terkenal dengan nama Abu Hurairah (Raden Burereh). Sesampainya di pelabuhan Banjar datanglah penduduk berduyun-duyun membeli barang dagangannya, kepada pendudk fakir miskin barang-barang itu diberikannya dengan Cuma-Cuma.
c. Dalam rangka menghadapi pangeran Tumenggung, Patih Masih telah menasihatkan kepada Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Islam Demak. Tindakan Patih Masih tersebut menunjukkan adanya simpati terhadap orang-orang Islam yang sedikit banyaknya sebagai seorang penguasa bandar telah mengetahui perihal kehidupan pedagang-pedagang Islam yang pernah datang ke Bandar Masih sebelumnya.
Data-data tentang adanya pedagang Gujarat dan pedagang Cina yang sudah beragama Islam, yang pada sekitar awal abad ke 15 dalam perjalanan mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan Kalimantan Selatan, demikian juga adanya berita tentang pedagang Islam dari Jawa (Raden Paku) yang pernah singgah dan berdagang dan berdagang di pelabuhan Banjarmasin, juga adanya anjuran Patih Masih agar Raden Samudera meminta bantuan kepada Sultan Demak, serta adanya kelompok pedagang dari luar seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa, yang menyatakan membantu raden Samudera ketika timbul perlawanan terhadap Pangeran Tumenggng, semua itu menunjukkan bahwa agama Islam sudah masuk ke kalimantan Selatan melalui para pedagang jauh sebelum bantuan dan Penghulu yang dikirimkan Sultan Demak sampai di Banjarmasin.
C. MASUKNYA ISLAM DI KALIMANTAN TIMUR
Masuknya Islam di Kalimantan timur di mulai pada abad ke – 17, berawal dari Kerajaan Bajar yang berasal dari Kalimantan selatan yang di komandai oleh Dato’ Ribandang dan Tuan Tunggang Parangan. Ekspedisi mereka berjalan dengan lancar, setelah itu dato’ Ribandang kembali ke Makassar dan Tuan Tunggang Parangan menetap di Kutai, pada masa ini lah Raja Mahkota mulai menganut ajaran Islam. selain daerah ini Islam juga datang dari arah Timur, yang dibawah oleh pedagang Bugis-Makassar. Islam yang datang diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai dan kemudian berubah menjadi kesultanan pada abad ke-18. Sultan pertama yang memerintah di Kesultanan Kutai adalah Sultan Aji Muhammad Idris 1732-1739.
Pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Idris, beliau pergi ke Sulawesi Selatan untuk menolong rakyat Sulawesi yang sedang berperang melawan penjajahan Belanda. Sehingga tahta kesultanan Kutai direbut oleh Aji Kado yang resmi menjadi Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyuddin (1739-1780). Tahta kesultanan kutai sebenarnya akan diberikan kepada Aji Imbut putra mahkota Sultan Aji Muhammad Idris , namun karena usianya yang masih belia, Aji Kado mengambil alih kesultanannya.
Setelah Aji Imbut dewasa dan dinobatkan sebagai Sultan Kutai denga gelar Aji Muhammad Muslihuddin (1780-1816). Sejak itu dimulai perlawanan terhadap Aji Muhammad Aliyuddin. Karena Aji Muhammad Muslihuddin mendapat bannyak bantuan dari rakyat sehingga ia dapat memenangi perlawanan tersebut, dan akhirnya Aji Muhammad Aliyuddin dihukum mati.
Dalam kesultanan Kutai Islam dijadikan sebagai agama resmi Negara. Para ulama mendapat kedudukan terhormat sebagai penasehat sultan dan pejabat-pejabat kesultanan, disamping sebagai hakim. Hukum Islam diberlakukan dalam menyelesaikan perkara perdata dan keluarga. Sehingga ajaran Islam sangat berpengaruh di daerah tersebut.
Masa kejayaan Kesultanan Kutai ialah pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Muslihuddin (1739-1782) dan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Salihuddin (1782-1850). Pada masa itu Kesultanan Kutai tampi sebagai daerah maritime yang memiliki armada pelayaran yang meramikan perdagangan. Hasil rempah yang di hasilkan Kesultanan Kutai diantaranya adalah lada, kopi, kopra, dan rempah-rempah. Sedangkan barang yang masuk ke daerah Kutai yaitu, sutra, porselin, dan lain-lain. Para pedagang dari Kesultanan Kutai sangat aktif berlayar di Kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Singapura, Filipina, dan Cina.
Sumber:
• Anshar Rahman.2000.”Syarif Abdurrahman al-Kadri, Perspektif sejarah beridirinya kola Pontianak”.Pontianak: Pemerintah Kota Pontianak
• Drs. Hasan Muarif Ambary. “Catatan Tentang Masuk dan Berkembangnya Islam di Kalimantan Selatan” pada Seminar Sejarah Kalimantan Selatan di Banjarmasin tahun 1976
• http://kota-islam.blogspot.com/2013/11/sejarah-islam-di-kalimantan-barat.html diunduh pada 6 Desember 2013 pukul 13.22
• http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html diunduh pada 6 Desember 2013 pukul 13.16
• http://kota-islam.blogspot.com/2013/10/sejarah-masuknya-islam-di-kalimantan.html diunduh pada 6 Desember 2013 pukul 13.05
makalah agama islam (penyebaran agama islam di
indonesia)
MAKALAH AGAMA ISLAM
PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA
DI SUSUN OLEH:
PUGUH PRASETYO
C51111080
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya
berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang
berjudul “PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA”
Makalah ini berisikan tentang informasi
pertanian subsisten di indonesia, karakteristik serta perspektif penyebaran
agama islam di indonesia. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang penyebaran agama islam di indonesia.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari
awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Pontianak, februari2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sejarah masuknya Islam ke wilayah
Nusantara sudah berlangsung demikian lama, sebagian berpendapat bahwa Islam
masuk pada abad ke-7 M yang datang lansung dari Arab. Pendapat lain
mengatakan bahwa Islam masuk pada abad ke-13, dan ada juga yang berpendapat
bahwa Islam masuk pada sekitar abad ke 9 M atau 11 M . Perbedaan pendapat
tersebut dari pendekatan historis semuanya benar, hal tersebut didasar
bukti-bukti sejarah serta peneltian para sejarawan yang menggunakan pendekatan
dan metodenya masing-masing.
Berdasarakan
beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam mulai
berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari peran tokoh serta ulama yang hidup pada saat
itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses Islamisasi di
Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam
proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat
dikalangan masyarakat muslim kultural
Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan dakwahnya
yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat
Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
B. TUJUAN
- Untuk mengingat kembali tentang bagaimana
Islam masuk ke
Indonesia.
- Supaya kita bisa mencontoh bagaimana cara berdakwah
yang baik
- Mengenang kembali jasa-jasa para pejuang
terdahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Awal
Masuknya Islam di Indonesia
Ketika Islam datang di Indonesia,
berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah
banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha.
Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa
Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke
wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan
membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam
Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Tentang kapan Islam datang masuk ke
Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya Islam di Indonesia” pada
tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke Indonesia pada abad
pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi. Menurut sumber lain
menyebutkan bahwa Islam sudah mulai ekspedisinya ke Nusantara pada masa
Khulafaur Rasyidin (masa pemerintahan Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib), disebarkan langsung dari Madinah.
B. Cara
Masuknya Islam di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena
memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :
Artinya : Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. al-Baqarah ayat 256)
Adapun cara
masuknya Islam di Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
1.
Perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena
orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang dengan orang Arab. Apalagi
setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan
Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang
ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka
mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka
berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
2. Kultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia
juga menggunakan media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para
wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian
wayang. Ia mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan
ajaran Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian
tersebut masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa
sampai sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak,
seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3.
Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga
pendidikan yang paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para
da’i dan muballig yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah
keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan
Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri.
Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean,
Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren
terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh
Indonesia.
4. Kekuasaan
politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara,
tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa,
misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung
perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja
Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan
oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi,
bahu membahu dan tolong menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara.
Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa
mendatang.
C. Perkembangan
Islam di Beberapa Wilayah Nusantara
1. Di
Sumatra
Kesimpulan hasil seminar di Medan
tersebut di atas, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula dimasuki
Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak di Aceh
utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri kerajaan
Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy dalam
makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” yang
digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan
Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam
yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik
Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri
semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk
Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi
gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh
Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan
bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di
taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M
Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan
Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar
Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Munculnya kerajaan baru di Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan
Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Kerajaan Aceh ini mempunyai peran
penting dalam penyebaran Agama Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Para da’i,
baik lokal maupun yang berasal dari Timur Tengah terus berusaha menyampaikan
ajaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Hubungan yang telah terjalin antara
kerajaan Aceh dengan Timur Tengah terus semakin berkembang. Tidak saja para
ulama dan pedagang Arab yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia
sendiri banyak pula yang hendak mendalami Islam datang langsung ke sumbernya di
Mekah atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh terus berlayar menuju
Timur Tengah pada awal abad ke 16. Bahkan pada tahun 974 H. atau 1566 M
dilaporkan ada 5 kapal dari kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar
pelabuhan Jeddah. Ukhuwah yang erat antara Aceh dan Timur Tengah itu pula yang
membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekah.
2. Di Jawa
Benih-benih kedatangan Islam ke tanah
Jawa sebenarnya sudah dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke 7 M. Hal
ini dituturkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam,
bahwa pada tahun 674 M sampai tahun 675 M. sahabat Nabi, Muawiyah bin Abi
Sufyan pernah singgah di tanah Jawa (Kerajaan Kalingga) menyamar sebagai
pedagang. Bisa jadi Muawiyah saat itu baru penjajagan saja, tapi proses dakwah
selanjutnya dilakukan oleh para da’i yang berasal dari Malaka atau kerajaan
Pasai sendiri. Sebab saat itu lalu lintas atau jalur hubungan antara Malaka dan
Pasai disatu pihak dengan Jawa dipihak lain sudah begitu pesat.
Adapun
gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
a. Maulana
Malik Ibrahim atau Sunan Gresik
Beliau dikenal juga dengan sebutan
Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli
pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren.
Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik
b. Raden Ali
Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya
orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak
kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya
menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa
Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
Jasa-jasa
Sunan Ampel :
1)
Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Dari pesantren ini lahir
para mubalig kenamaan seperti : Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (Sultan
Demak pertama), Raden Makhdum (Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat) dan
Maulana Ishak yang pernah diutus untuk menyiarkan Islam ke daerah Blambangan.
2) Berperan
aktif dalam membangun Masjid Agung Demak yang dibangun pada tahun 1479 M.
3)
Mempelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut menobatkan Raden Patah
sebagai Sultan pertama.
c. Sunan
Giri (Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak.
Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan
Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi
Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah
Jawa.
d. Sunan
Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465.
Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik
Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
e. Sunan
Kalijaga (Raden Syahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan
karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat wayang kulit dan cerita wayang Hindu
yang diislamkan. Sunan Giri sempat menentangnya, karena wayang Beber kala itu
menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini
adalah sebuah usaha ijtihad di bidang fiqih yang dilakukannya dalam rangka
dakwah Islam.
f. Sunan
Drajat
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra
Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial.
Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara
lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
g. Syarif
Hidayatullah
Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati
yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia
memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia
juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan
Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya
membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu
Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi
Islam sekaligus kontrol politik para wali.
h. Sunan
Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir
pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa
menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara
Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.
i. Sunan
Muria
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden
Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan
sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di
Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus. Diparuh awal abad 16 M, Jawa dalam
genggaman Islam. Penduduk merasa tentram dan damai dalam ayoman keSultanan
Demak di bawah kepemimpinan Sultan Syah Alam Akbar Al Fatah atau Raden Patah.
Hidup mereka menemukan pedoman dan tujuan sejatinya setelah mengakhiri masa
Siwa-Budha serta animisme. Merekapun memiliki kepastian hidup bukan karena
wibawa dan perbawa sang Sultan, tetapi karena daulah hukum yang pasti yaitu
syari’at Islam
“Salokantara” dan “Jugul Muda” itulah dua
kitab undang-undang Demak yang berlandaskan syari’at Islam. Dihadapan peraturan
negeri pengganti Majapahit itu, semua manusia sama derajatnya, sama-sama
khalifah Allah di dunia. Sultan-Sultan Demak sadar dan ikhlas dikontrol oleh
kekuasaan para Ulama atau Wali. Para Ulama itu berperan sebagai tim kabinet
atau merangkap sebagai dewan penasehat Sultan.
Dalam versi lain dewan wali sanga
dibentuk sekitar 1474 M. oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), membawahi Raden
Hasan, Maftuh Ibrahim, Qasim (Sunan Drajat) Usman Haji (ayah Sunan Kudus, Raden
Ainul Yakin (Sunan Gresik), Syekh Sutan Maharaja Raden Hamzah, dan Raden
Mahmud. Beberapa tahun kemudian Syekh Syarif Hidayatullah dari Cirebon
bergabung di dalamnya. Sunan Kalijaga dipercaya para wali sebagai muballig
keliling. Disamping wali-wali tersebut, masih banyak Ulama yang dakwahnya satu
kordinasi dengan Sunan Ampel hanya saja, sembilan tokoh Sunan Wali Sanga yang
dikenal selama ini memang memiliki peran dan karya yang menonjol dalam
dakwahnya.
3. Di
Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia,
sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau. Baik atas motivasi
ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula
yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi. Menurut catatan
company dagang Portugis pada tahun 1540 saat datang ke Sulawesi, di tanah ini
sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu banyak,
namun upaya dakwah terus berlanjut dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka
dan Jawa hingga menyentuh raja-raja di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang
dikenal dengan negeri Makasar, terletak di semenanjung barat daya pulau
Sulawesi.
Kerajaan Gowa ini mengadakan hubungan
baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan Sultan Babullah yang telah menerima
Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i bernama Datuk Ri Bandang agama Islam
masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September 1605 Karaeng Tonigallo,
raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian bergelar Sultan Alaudin Al
Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri atau Wazir besarnya,
Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak
Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan lain seperti
Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan Islam diikuti
oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar Sultan Adam
menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa (Makasar)
menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat ramai
disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini
mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak
kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).
4. Di
Kalimantan
Islam masuk ke Kalimantan atau yang
lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka
yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka
ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar sebab para muballig dan
komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir barat Kalimantan.
Jalur kedua, Islam datang disebarkan
oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai
puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke
negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan
melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar, salah satunya adalah
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga
para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal saat itu
adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
a.
Kalimantan Selatan
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan
adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan dipenghujung waktu berakhirnya
kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang ditunjuk sebagai putra mahkota
oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan kepada kerajaan Demak di Jawa dalam
peperangan melawan pamannya sendiri, Raden Tumenggung Sultan Demak (Sultan
Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra kelak bersedia masuk Islam.
Dalam peperangan itu Raden Samudra
mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam beserta kerabat
keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri pertama kali
kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar Sultan
Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan
Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan
Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang
dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin,
Sampit Medawi, dan Sambangan.
b.
Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur inilah dua orang
da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan,
sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh para
pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
5. Di
Maluku.
Kepulauan Maluku terkenal di dunia
sebagai penghasil rempah-rempah, sehingga menjadi daya tarik para pedagang
asing, tak terkecuali para pedagang muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau
dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya perkembangan dakwah Islam di
kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar
pertengahan abad ke 15 atau sekitar tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim
dari Pasai, Malaka dan Jawa (terutama para da’i yang dididik oleh para Wali
Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate masuk Islam. Namun
menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate yang benar-benar
muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam berkembang ke
kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian banyak kerajaan
Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate dan Tidore.
Raja-raja
Maluku yang masuk Islam seperti :
a. Raja
Ternate yang bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
b. Setelah
beliau wafat digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang sangat besar jasanya
dalam menyiarkan Islam di kepulauan Maluku, Irian bahkan sampai ke Filipina.
c. Raja
Tidore yang kemudian bergelar Sultan Jamaluddin.
d. Raja
Jailolo yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
e. Pada
tahun 1520 Raja Bacan masuk Islam dan bergelar Zaenal Abidin.
Selain Islam
masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian yang disiarkan oleh
raja-raja Islam di Maluku, para pedagang dan para muballig yang juga berasal
dari Maluku.Daerah-daerah di Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah : Miso,
Jalawati, Pulau Waigio dan Pulau Gebi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah Islam datang ke Indonesia
banyak perubahan-perubahan yang terjadi terutama bagi rakyat yang menengah ke
bawah. Mereka lebih di hargai dan tidak tertindas lagi karena Islam tidak
mengenal sistem kasta, karena semua masyarakat memiliki derajat yang sama.
Islam juga membawa perubahan-perubahan baik di bidang politik, ekonomi dan
agama. Islam juga bisa mempersatukan seluruh masyarakat Indonesia untuk melawan
dan memgusir para penjajah.
B. SARAN
Kami yakin dalam penulisan makalah ini
banyak sekali kekurangannya. Untuk itu kami mohon kepada para pembaca agar
dapat memberikan saran, kritikan, atau mungkin komentarnya demi kelancaran
tugas ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah,
Masykuri, "Potret Masyarakat Madani di Indonesia", dalam
Seminar Nasional tentang "Menatap Masa Depan Politik Islam di
Indonesia", Jakarta:
International Institute of Islamic Thought,
Lembaga Studi Agama dan Filsafat UIN
Jakarta, 10 Juni 2003
Ali Daud,
Muhammad, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, 1991, Cet . ke-2
Antonio,
Muhammad Syafi'I, Bank Syari'ah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001
Anwar, M.
Syafi'i, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Politik tentang
Cendekiawan Muslim Orde Baru, Jakarta: Paramadina, 1995
Azra,
Azyumardi, Islam reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999
0 komentar:
Posting Komentar